Jakarta, SNP
Pansus Angket Century DPR, masih akan menjadwalkan tiga atau empat kali lagi pemeriksaan terhadap mantan Gubernur Bank Indonesia, Boediono, sekalipun Selasa pekan lalu sudah diperiksa di Gedung DPR Senayan, Jakarta.
Pemeriksaan nantinya masih terkait substansi dana talangan (bailout), Komite Koordinasi (KK), Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dan aliran dana. Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani dijadwalkan akan diperiksa 5 Januari 2009.
Demikian dikatakan anggota Pansus Bank Century dari Fraksi Partai Golkar, Bambang Soesatyo di Jakarta, Kamis pekan lalu.
Menurutnya, walau baru pemeriksaan awal, mantan Gubernur BI, Boediono dan Miranda S Goeltom, telah mengarahkan tanggung jawab pada Presiden, karena rencana bailout dilaporkan ke Presiden.
“Ini artinya Presiden mengetahui. Di sisi lain mereka saling lempar tanggung jawab. Kita lihat lagi pada pemeriksaan berikutnya,” ujarnya.
Dia mengatakan, kalau semua hasil pemeriksaan mengarahkan kepada Presiden maka ada kemungkinan untuk memeriksa Presiden. “Kalau semua hasil pemeriksaan mengarahkan tanggung jawab pada Presiden, ya sudah pasti kita harus memeriksa tanggung jawab tersebut,” katanya.
Persoalan akan lain, katanya, kalau Boediono menghentikan tanggung jawab pada dirinya maka pemeriksaan tidak perlu sampai ke Presiden.
Penggambaran Boediono Yang Seba Gelap
Pada pemeriksaan pertama, Pansus Angket Bank Century mempertanyakan apa alasan BI menyatakan dampak sistemik dan pemberian dana kepada Bank Century, kepada Mantan Gubernur BI Boediono, yang kini menjabat Wakil Presiden, di Gedung Nusantara, Selasa pekan lalu.
Mantan Gubernur Bank Indonesia Boediono menegaskan langkah pemberian Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP) kepada Bank Century karena menganggap saat itu situasinya semua serba gelap.
Perubahan PBI saat itu diarahkan untuk melakukan perubahan dari persyaratan normal yang didasarkan pada analisa antisipatif dari menyeluruh aset perbankan. Pada saat itu kita melihat ke depan semua serba gelap," tegasnya.
Karenanya, langkah antisipatif ini dilakukan untuk menjaga agar tidak ada bank-bank yang kolaps dalam waktu dekat.
Menurut Boediono, ada 4 (empat) alasan penyelamatan yang dilakukan untuk Bank Century pada November 2008 lalu. Langkah ini diambil karena kondisinya mirip dengan kondisi pada November 2007 lalu.
Keadaan tersebut adalah modal keluar dari BI sangat besar dalam waktu cepat, kurs melonjak-lonjak, likuiditas kering, kemacetan pasar antar bank, dan rumor yang beredar. "Keadaan ini sama dengan yang terjadi di 1997-1998," ujarnya.
Hanya, lanjutnya, pada November 2008, krisis yang terjadi di Indonesia terutama akibat faktor luar. "Apa yang dialami di akhir 2008 dan akhir 2009 dampak kejadiannya di luar kita. Ekonomi kita sehat waktu itu, bank normal secara umum, tapi kemudian terjadi badai. Bulannya hampir sama November," tukasnya.
"Ini salah satu bukti perbedaan yang kita lakukan sekarang dan 12 tahun lalu, meski situasinya sama. Karena itu situasi menyelamatkan Bank Century dalam rangka penyelamatan perbankan saat itu tepat", kata Boediono lagi
Dilanjutkan, pada waktu dilakukan perubahan dari persyaratan tersebut, seluruh indikator perbankan memburuk dengan kecepatan yang tinggi. "Waktu itu, kita tidak tahu sampai kapan pemburukan ini akan terjadi. Karena itu kita putuskan untuk mengantisipasi agar dalam beberapa minggu kemudian tidak terjadi yang lebih buruk lagi. Karena itu kita ubah PBI yang berlaku umum untuk semua bank," ujarnya.
Boediono juga mengakui tidak perlu konsultasi dengan DPR untuk memberikan FPJP itu. Tapi, lanjtunya, BI sudah melakukan teleconference dengan Menkeu pada malam harinya sebelum FPJP dikucurkan
Anggota DPR Marwan Ja'far dari PKB mengatakan, BI terkesan mengabaikan pertimbangan perspektif kuantitatif dalam pengambilan keputusan terhadap Bank Century. "aset total perbankan Bank Century hanya 0.5 persen dengan nasabah sebanyak 65 ribu orang, sementara dana pihak ketiga hanya sebesar Rp 1 Triliun, bahkan muncul Perpu No.2 tahun 2008 yang memungkinkan BI menggunakan pendanaan FPJP,"ungkapnya.
Sementara itu, Gayus Lumbuun dari Fraksi PDIP menilai pernyataan Boediono di media massa, pada april 2009 bertentangan dengan keputusan mem-Bail out Bank Century. "Pada media massa Boediono menyatakan cadangan devisa Indonesia aman dengan kurs tidak lebih Rp 13 Ribu, ini kenapa dinyatakan Bank Century sistemik,"katanya
Gayus menambahkan, BI harus bertanggung jawab terhadap lemahnya pengawasan terhadap Bank-Bank di Indonesia. "Jadi pemerintah tidak boleh lepas dari tanggung jawab terkait persoalan Century ini,"terangnya.
Boediono mengatakan, Perpu yang terkait pengambilan keputusan dari Bank Indonesia saat pengambilan keputusan masih berlaku. Sementara pada situasi april 2009, papar Boediono, kondisi krisis telah dilalui, Indonesia mulai berada dalam kondisi recovery. "Jadi masanya memang berbeda maka keputusannyapun akan berbeda,"katanya.
Mengenai korban atau nasabah dari BC, papar Boediono, kita semua simpatik terhadap persoalan ini. "Semuanya harus diselesaikan lewat jalur hukum sementara mengenai kasus Antaboga, tidak bisa dikaitkan dengan masalah Bank Century,"paparnya.
Menurut Boediono, didalam situasi normal terdapat semacam konsep sistematicaly important bank. Hal itu adalah ukuran dari bank besar yang dapat berdampak sistemik. "konsep ini banyak digunakan dengan cara mengoptimalkan sumber audit yang ada,"terangnya.
Boediono menerangkan, didalam situasi krisis yang kita lakukan adalah menilai kondisi secara umum, psikologi pasar, dan reaksi bank satu dengan lain. "Jadi itu harus kita baca apakah bank itu memiliki dampak lebih luas, dalam menghadapi kondisi krisis kita harus lihat secara total yang utama psikologinya," paparnya.
Padahal, para pengamat ekonomi dan bankir melihat situasi 2008 sangat jauh berbeda dengan 1997-98. Artinya, ada keraguan di kalangan publik ketika mendengarkan argumentasi Boediono yang klise itu. n DANS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar